PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME : Teori belajar konstruktivisme

Pembelajaran Konstruktivisme - Teori belajar konstruktivisme berasal dari aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri. Pengetahuan merupakan hasil konstruksi setelah melakukan kegiatan. 

Pandangan konstruktivisme lahir dari gagasan Pieaget dan Vigotsky, yang beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil konstruksi atau bentukan kognitif melalui kegiatan seseorang. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Von Glasrfield Suparno (Ratno Harsono, 2007: 23) yang menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsep seseorang sewaktu ia berinteraksi dengan lingkungannya.

Pembelajaran Konstruktivisme - Teori belajar konstruktivisme


Teori Konstruktivisme dalam perkembangannya memang banyak digunakan dalam pendidikan ataupun pendekatan-pendekatan pembelajaran. Konstruktivisme pada dasarnya adalah suatu pandangan yang didasarkan pada aktivitas siswa dengan untuk menciptakan, menginterpretasikan, dan mereorganisasikan pengetahuan dengan jalan individual Windschitl (Dadang Supardan, 2007: 5).

Pengertian Teori Konstruktivisme

Pengertian Teori belajar konstruktivisme menurut Anita Woolfolk (Benny A. Pribadi, 2009: 156) mengemukakan pendekatan konstruktivistik sebagai "...pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahaman dan memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami".

Teori belajar konstruktivisme ini memandang bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak guru ke kepala siswa. Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah dipelajari atau diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalamannya. Menurut Teori belajar konstruktivisme ini apa-apa yang diajarkan oleh guru tidak harus dipahami oleh siswa. Pemahaman siswa boleh berbeda dengan guru, sehingga dapat dikatakan bahwa yang berhak menentukan pengetahuan adalah individu itu sendiri, bukan orang lain, yaitu dengan melalui indera yang dimiliki, atau dari satu pengalaman pada pengalaman selanjutnya.

Teori belajar konstruktivisme ini juga berpendapat bahwa berpikir yang baik adalah lebih penting dari pada mempunyai jawaban yang benar, dengan berpikir yang baik maka seseorang dapat menyelesaikan suatu persoalan yang dihadapi. Adapun hakikat dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme yakni pembentukan pengetahuan yang memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Subyek menyusun pengertian realitasnya dengan bantuan struktur kognitif.. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.

Teori belajar konstruktivisme menekankan bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Siswa yang harus aktif mengembangkan pengetahuan, bukan pembelajar atau orang lain. Siswa yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu siswa untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide serta pengembangan konsep baru. Oleh karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada guru sebagai pendidik melainkan pada pebelajar.

Ciri-ciri Teori belajar konstruktivisme

Hamzah (Zakaria Effandi, 2007: 101) mengungkapkan ciri-ciri pembelajaran berdasarkan teori konstruktivistik adalah sebagai berikut: (1) tahap persepsi (mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar pelajar), (2) tahap eksplorasi, (3) tahap perbincangan dan penjelasan konsep, (4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep.

Karakteristik pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas berdasarkan ketetapan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ide-idenya secara lebih luas, (2) menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan diantara ide-ide atau gagasannya, memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan, (3) guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terdapat bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi, (4) guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaiannya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.

Tujuan dari pembelajaran melalui pendekatan Teori belajar konstruktivisme ini adalah menghasilkan manusia-manusia yang memiliki kepekaan (ketajaman baik dalam arti kemampuan berfikirnya), kemandirian (kemampuan menilai proses dan hasil berfikir sendiri), tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri yaitu suatu proses "Learn To Be" serta mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.

Tujuan pengajaran yang dilaksanakan di dalam kelas menurut Mager (Choirotun Nachlan, 2010: 17) adalah menitik beratkan pada perilaku siswa atau perbuatan (performance) sebagai suatu jenis out put yang terdapat pada siswa dan teramati serta menunjukkan bahwa siswa tersebut telah melaksanakan kegiatan belajar. Pengajar mengemban tugas utamanya adalah mendidik dan membimbing siswa-siswa untuk belajar serta mengembangkan dirinya. Guru diharapkan dapat membantu siswa dalam memberi pengalaman­pengalaman lain untuk membentuk kehidupan sebagai individu yang dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat modern.

Brooks (Choirotun Nachlan, 2010: 20) memberikan ciri-ciri guru yang mengajar dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik. Adapun ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut: (1) guru adalah salah satu dari berbagai macam sumber belajar, bukan satusatunya sumber belajar, (2) guru membawa siswa masuk ke dalam pengalaman-pengalaman yang menentang konsepsi pengetahuan yang sudah ada dalam diri mereka, (3) guru membiarkan siswa berfikir setelah mereka disuguhi beragam pertanyaan-pertanyaan guru, (4) guru menggunakan teknik bertanya untuk memancing siswa berdiskusi satu sama lain, (5) guru menggunakan istilah-istilah kognitif seperti: klasifikasikan, analisis, dan ciptakanlah ketika merancang tugas-tugas, (6) guru membiarkan siswa bekerja secara otonom dan bersifat inisiatif sendiri, (7) guru menggunakan data mentah dan sumber primer bersama-sama dengan bahan-bahan pelajaran yang dimanipulasi, (8) guru tidak memisahkan antara tahap mengetahui proses menemukan, (9) guru mengusahakan agar siswa dapat mengkomunikasikan pemahaman mereka karena dengan begitu mereka benar-benar sudah belajar.

Ciri-ciri siswa dengan pendekatan konstruktivisme adalah siswa membangun pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Guru membantu proses pembangunan pengetahuan agar siswa dapat memahami informasi dengan cepat. Guru menyadarkan kepada siswa bahwa mereka dapat membangun makna. Siswa berupaya memperoleh pemahaman yang tinggi dan guru membimbingnya. Adapun misi utama pendekatan konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi, pembentukan kembali dan melakukan yang baru.

Prinsip Pendekatan Teori belajar konstruktivisme

Prinsip-prinsip dari pendekatan konstrutivistik menurut Jacqueline Grennon Brooks dan Martin G. Brooks (Dadang Supardan, 2007: 5) adalah sebagai berikut: (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar, (3) murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah, (4) guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar, (5) menghadapi masalah yang relevan dengan siswa, (6) struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan, (7) mencari dan menilai pendapat siswa, (8) menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

Gagnon dan Collay (Benny A.Pribadi, 2009: 163) mengemukakan sebuah desain sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik. Desain yang dikemukakan terdiri atas beberapa komponen penting dalam pendekatan aliran konstruktivistik yaitu situasi, pengelompokan, pengaitan, pertanyaan, eksibisi, dan refleksi.

A. Situasi, komponen ini menggambarkan secara komperehensif tentang maksud atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran. Komponen situasi juga tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan oleh siswa agar mereka memiliki makna dari pengalaman belajar yang telah dilalui.
Pengelompokan, komponen pengelompokan dalam aktivitas pembelajaran berbasis pendekatan konstruktivis memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan interaksi dengan sejawat. Pengelompokan sangat bergantung pada siatuasi atau pengalaman belajar yang ingin dilalui oleh siswa. Pengelompokan dapat dilakukan secara acak (random) atau didasarkan pada criteria tertentu (purposive).

2. Pengaitan, komponen pengaitan dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dengan pengetahuan baru. Bentuk-bentuk kegiatan pengaitan sangat bervariasi, misalnya melalui pemecahan masalah atau melalui diskusi topik-topik yang spesifik.

3. Pertanyaan, pengajuan pertanyaan merupakan hal penting dalam aktivitas pembelajaran. Pertanyaan akan memunculkan gagasan asli yang merupakan inti dari pendekatan pembelajaran konstruktivistik. Munculnya gagasa-gagasan yang bersifat orisinal, siswa dapat membangun pengetahuan di dalam dirinya.

4. Eksibisi, komponen eksibisi dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti suatu pengalaman belajar. Pengetahuan seperti apa yang telah dibangun oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik? Pertanyaan seperti ini perlu dijawab untuk mengetahui hasil belajar siswa.

5. Refleksi, komponen ini pada dasarnya memberi kesempatan kepada guru dan siswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah mereka tempuh baik personal maupun kolektif. Refleksi juga memberi ksempatan kepada siswa untuk berpikir tentang aplikasi dari pengetahuan yang telah mereka miliki.

Demikianlah Pengertian Teori belajar konstruktivisme, semoga bermanfaat untuk anda.
Ditulis oleh: Unknown - Tuesday, February 26, 2013

1 Komentar untuk "PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME : Teori belajar konstruktivisme"

  1. artikel ini memberikan inspirasi dalam mengembangkan metode mengajar dan membelajarkan siswa, thanks....

    ReplyDelete

PING | PING | PING